Kita, sampai disini.
Aku kira, menikah itu cuma tentang "kamu mau ngga nikah sama aku?" lalu aku jawab "mau", langsung deh nikah. Ternyata rumit yah menyatukan dua umat manusia itu. Menikah ngga semudah itu sayang..
Dulu aku kira, semua semulus itu, ternyata ada banyak hal yang harus diselaraskan. ada banyak prinsip, keinginan, jarak dan semua hal yang memang harus dipertimbangkan dan dibicarakan.
Dulu, aku kira dengan kita saling mengenal, kita bisa langsung lanjut kejenjang selanjutnya, nyatanya.. tidak. Bahkan aku sempat mikir dengan modal sayang aja kita bisa nikah (modal nikah kan pasti).
Beberapa bulan yang lalu, seseorang dari masalalu ku memintaku untuk menjadi Ibu dari calon anak anaknya, menjadi istrinya, menjadi tuan rumah dihatinya. Kalian ngga perlu tau dia siapa. Aku mengiyakan ajakannya untuk membangun rumah tangga bersamanya. Dengan konsekuensi tinggal di Pekanbaru. Kebetulan kami berdua itu sama-sama jauh jadi kesepakatannya aku dan dia ngambil lokasi ditengah karna dia ngga mau dikampungku dan aku juga ngga mau dikampungnya.
Aku adalah salah satu perempuan yang bisa dibilang tidak banyak menuntut, aku bahkan tidak menanyakan gajinya berapa, nanti abis nikah kita beli rumah atau ngontrak, dan bahkan aku tidak bertanya mengenai finansial jika ia menjadi suamiku.Yang ada difikirku "Membangun rumah tangga yang samawa" keluarga kecil yang bahagia, secukupnya.
Aku kira, dengan rasa yang dia punya, yang katanya dia selalu menungguku, tidak bisa membuka hati untuk yang lainnya, hatinya masih untukku, atau bualan dia yang lainnya, akan menjadikan semua ini lebih mudah, karena menurutku kami tidak perlu waktu lama untuk saling mengenal lagi. Tapi ternyata, waktu telah merubah dia, ya mungkin menjadi jauh lebih baik. Ya mungkin, aku tidak baik.
Dengan banyak pertimbangan, aku harus membatalkan semua ini. Semalam aku batalin semuanya jam 14.15
Maaf ya aku membatalkan semuanya. Bukan tanpa berfikir panjang. Aku ingin membentuk rumah tangga tanpa rasa beban, tanpa dituntut harus a b c d, tanpa harus di dikte menjadi sesuai inginnya. Aku ingin rumah tangga yang menjadi baik berdua, bukan diseret tanpa tapi, dituntut mengikuti semua ekspetasinya. Aku ingin dibimbing bukan dihardik. Aku ngga mau menjadi istri yang melawan hanya karena bertentangan. Aku ingin menjadi istri sholehah yang sama sama menjadi baik. Banyak hal, tuntutan yang harus aku ikuti, Mengikuti semua aturan yang dia buat. Bukan berarti aku membantah, pelan pelan semua butuh proses.
Aku tau kamu berubah menjadi lebih baik, tapi bukan gitu caranya. Kamu harus membimbing bukan menyeret. Pelan pelan jangan gitu caranya. Aku masih bisa menyanggupi, tapi ketika konsekuensi dirubah, aku ngga bisa.
Maaf aku tidak sesuai ekspetasimu, jadikan ini pelajaran. Kamu harus menjadi laki-laki baik yang mengajarkan, mengajak dan memberi contoh. Sesuai katamu saat aku membatalkan semuanya "Diana yakin? Diana tau kan aku sesayang apa sm diana? diana tau kan selama ini aku nungguin diana?
Terimakasih sudah bersedia menungguku selama ini, terimakasih sudah mencintaiku dengan baik, merapal namaku dalam doa ditiap sholatmu, terimakasih tetap mencintaiku disaat aku mungkin tengah asik dengan yang lain. Terimakasih telah membawa namaku diantara mereka-mereka yang mencintaimu, terimakasih pernah menjadi yang terbaik. Kamu harus bahagia, menemukan perempuan baik yang menerimamu, mencintaimu dan menyayangimu. Aku yakin, setelah kejadian ini mungkin kamu akan lebih longgar, menurunkan ekspetasimu, tidak menerapkan egomu, bahkan mungkin menjadi lebih baik. Anggaplah ini pelajaran, kita sampai disini.
Komentar
Posting Komentar